Diam-diam diawal, menapak berjingkat-jingkat.
Sssttt…!
Suar dilesatkannya, namun sengaja ia redam sendiri untuk berputar sekedar pada ruang, ruang batas rengkuhnya.
Sungutnya, tertebar grepe-grepe mencari jalan, coba temukan celah untuk hadirkan satu kejutan.
Pencurian bibir.
Iya, ia tengah berhasrat mencuri setangkup bibir, bahkan mungkin lebih.
Bibir itu bibir dari masa lalunya.
Bibir itu sudah ia curi sekian kali sebelumnya, sejak lepas masa kebersamaannya.
Namun pencurian-pencurian itu terjadi sebatas mimpi, hanya ilusi, delusi, halusinasi, imajinasi, or entah apa lagi penamaan tepatnya.
Kali ini ia tak mau membuang begitu saja kesempatan atas Bibir yang tengah melintasi ruang waktu.
Ia ingin memanfaatkannya dengan memperangkap, menangkap, agar ia bisa nyata mengecap lagi romantismenya, disini saat ini.
Perduli setan, kehidupan baru si Bibir incaran.
Perduli setan, keindahan yang kabarnya saat ini tengah dijalani si Bibir incaran dengan penuh kebahagiaan.
Sekedar kecup jauhnya selama ini, kian hari kian tak mampu membuatnya puas.
Kecup jauhnya kini sudah dirasa tak cukup mampu mendongkrak keterkaitan rasa.
Seperti masturbasi yang tak pernah berujung pada orgasmenya, tak bersambut, dari hambar jadi kian hambar, bikin kalut.
Klo bukan karna angin yang siap mengenyahkan, maka kecup jauhnya pun seperti sudah terhalang pagar beraliran listrik, kian dilesatkan kian tinggi pula sengatan.
Gitu dehhh…
Rentang jeda tak berpagut, sepertinya mendorong rasa, pikir, dan geraknya tersendiri untuk ia tak ragu beraksi sebagai pencuri.
Pun hasrat sentuh dan disentuh yang sekian lama diendapkannya, mungkin kian berat untuk terus tercover dikepala.
Karnanya indera-inderanya begitu awas untuk merampas dan memperjuangkan pendakuan atas celah-celah yang sontak ditemuinya, tanpa ba-bi-bu…
“Bibir itu Bibirku, akan kujelangi,” si Pencuri menjejali diri, mendaku membabi buta.
( ( ( ( ( kejutaaannn… ) ) ) ) )
Siapa kejutkan siapa?
Kejutan makan tuan?
Ups!
Malam datang, saatnya ia menjemput kerinduan.
Apa lacur, ternyata Bibir yang menjadi target pencurian itu, lantang menampik untuk dicurangi.
“Kau sudah sangat tahu, ketidakrespekanmu sudah menihilkanmu.”
Bibir tegas bersuara tentang satu penghilangan.
Penghilangan sosok dan segala yang terkait tentangnya, penghilangannya disepenggal episode masa lalu.
Sosok itu, si Pencuri, yang justru tengah berusaha mencuri celah waktu demi romantisme dejavu.
Tragis!
“Kau sudah jelas tahu, aku punya Puan baru.”
Bibir lugas suarakan kesetiaan.
Begitu, saat tawaran untuk dicuri termulai dari sesungging cengiran sumringah si Pencuri.
“Owh, ya-ya…” parau, si Pencuri berusaha menguasai keadaan, saat rencana kejutannya ternyata berbalik mengejutkan dirinya sendiri.
Sontak kesumringahan itu berubah sungging garing.
Tak butuh lama, lantas bersungut-sungutlah si Pencuri, membawa kegagalannya kembali ke peraduan.
“Tak lagi milikku. Tak bisa lagi kucuri. Ia bersama Puan barunya. Kenapa?”
Si Pencuri patah hati.
Menangis?
Mengumpat?
Malam kian larut, kehiperbolisan kian merengkuh dengan angkuh.
Suar yang dilancarkannya terlanjur pecah pada ruang.
Gemanya merayapi gendang telinganya sendiri.
Kepalanya penuh echo.
Echo-echo-echo…
“Gkjsfhuisyzzzzzfjghcfhsd hjksfnjb hjhjggg hh djgiug dsfgyuyhwgr bjhggf gqwrbggk hjdfhhsafhsdgfsjdfg guyrgha hjkfsafhsdfhsdkj.”
“Gimana temannya, indahkah perjumpaan semalam?”
“Teman apa mantan? Cieee… teman, cieee…”
“Ukjhf jhdsfbjgjfshdzzz sdgfsdfgsdfg nskfzzts sdfhksfbsbkhkjh fsjgfhgsyyirywb.”
“Pencurian terjegal kesetiaan mantan pada Puan barunya?”
“Pengen ngelimpe ni yeee…”
“Alkgjzzzsssttt dfghhkut huihturw mkjhytworhwrg hjhgugieryggh gugwerwygg zstjfdgfrr khsdfbsd gvchgjguyui hvghghjyut wqfkjebjhbhbvfdsg.”
“Apa??? Mimpimu berpagut, harus nyangkut kena sikut???”
“Mjhgdfjhgduyft huyghghc hyutyey ojonuby xsxxctbuyr gufytytguytvcyfutsfyrioty ungyufgcghgugnvghvghvgfughjgnhfsgg jvhv.”
“Buahahahahahahaaa…!”
“Huiybvcssttsttrkjkhkfh hgfyuteyth hhgfdkghpkmbcqsarrthrh bvdjhguwef.”
“Modiaaarrr…!”
“Rnvhguaghk hhefhhh hhggweonzcd sdkjhfsdf hgksgfk hytreghg gjhgfhjsdbsavf xcskmdnhjiuyerhgvg frtzsfdtafj hhghkhfagfhdsfj gfjhagft”
“Kau, jangan habis dulu donk. Muaaahhh…”
“Wuierewugrbcgvgvygfy guygfgfu zsdjytrubczxcmknhcjifnervhgbvygvdrjcwd bhgcydwefyttrtfhgcopjzzcsdxzrcxtxfftwc dgfhjhsfgbc iuywroqyhjf.”
“… bla-bla-bla… bla-bla-bla….”
“… bla-bla-bla… bla-bla-bla….”
Damn you, echo…!
Echo-echo bangkitkan ego.
Persetan si Bibir, target pencurian yang luput.
“Aku membencimu wahai Bibirku,” geramnya, tetap dengan pendakuan semena-mena.
Sepertinya rengkuh ego segera berdirikan diri untuk tak ambil perduli.
Atau tentang kesengajaannya menipu diri demi menyamankan hati?
Ya-ya, bisa jadi.
Mungkin agar esok bisa berani sekedar sembunyi-sembunyi mencuri hari, lagi.
Mungkin kenaifan itu yang lantas membuatnya enggan undur.
Ehem, gengsi ni yeee… atau… tak tau diri? eh, heheheheheee…
“Ranahku tak harus ada kamu. Pun jika kau tengah ada disana, aku takkan sambangi sudutmu. Tidak pula dengan mataku!”
( ( ( ( ( kejutaaannn… ) ) ) ) )
Malam datang lagi, kali ini ia mencari kursi.
Kursi yang mungkin akan dijadikannya sebagai penentu untuk menyamakan posisi, posisinya terhadap Bibir, si target pencuriannya kemarin.
Gelap ruang, apa yang akan dilakukannya?
Lagi-lagi, apa lacur, dari sekian kursi, ternyata tanpa sengaja terpilih kursi tepat dibelakang si Bibir yang tengah mesra bercengkrama bersama Puan barunya.
Kenapa?
Demi Dewa Penguasa Niatan-niatan Curang.
Realita itu sontak membuatnya mati gaya.
Meski ia telah menggeser tempat duduknya didetik pertama penyadarannya pada sikon.
Alih-alih mencurangi, malah dibikin keki sendiri.
Menyedihkan?
Tidak-tidak, semesta tengah memberi lawakannya, hahahahaaa…
Demi Dewa Penguasa Bebal Banal.
Realita itu seperti menampar, menjejal lewat pandang, meluruh pada segenap indera, tentang indah kebersamaan si Bibir dengan Puan barunya.
Sesiapa bersikeras diluar batas porsinya, seringkali semesta yang akan menjungkirbalikkannya.
Demi Dewa Pemegang Tampuk Segala Maha.
Semesta-semesta-semesta… apa-apa semesta, tapi ya gitu deh semesta.
Adakah campur tangan semesta untuk ketidaksengajaan peristiwa yang menimpa?
Oh ya, tentu saja… semesta merekam segala jejak.
Semesta punya hukum alamnya.
Adakah yang bisa melawan?
Jyetergfjhgjh sjhgcgsafxzsdrtryewr.
Ajkhgjdbfgdbgk mgdjghipmnhuzxxcxvzzseetydfqfj.
Jhhgngysfyretihwgjh hjgsdafuiuyuttqrwgg gjsgfsfa hfusay.
Iugfsgfsgf gudgfhgfhsgfh bttyrtwerqojtrvnmvbc.
Hai, halo…
Apa kabar hasrat-hasrat ingin terlihat?
Seberapa suar yang telah dilecutkan demi pijakan-pijakanmu?
Berapa kepala yang sudah menoleh, sekedar lirikkan mata,
ditengah rehatnya terhadap resah-resah dunia?
Atau tentang prosentase kegagalanmu
atas niatan melonjak yang kecurangannya tanpa sengaja harus terkuak?
Njbfhjweqytgvjhsdhhdghdsh hsdfhvcgxfgcdgew.
Jjihedbwfggywef bjhsdfsvdfsgfhsf hfewgfuwgfvutqwomnhbvsdvb.
Mbhudwbugqrtyfvvh fhdgfhqgsfutwr gwtft dsvfgiytituituqwe bsgfsgf.
Hai, halo…
Apa kabar jiwa-jiwa culas?
Pernahkah semesta menjungkirbalikkanmu sedemikian rupa,
atas keculasan-keculasan yang sudah, tengah, pun akan kau realisasikan?
Nvjhsdfguuyrwennu yutfydsfghsdvgaftyrthweioqujbh.
Knhsbhfvdshahgsdhfgyhv bhdsbfhgwoiweyruwgebhjbhv.
Uhfsdfugwqigewuytrwrhhv bhjsfsvfgsfg.
Hai, halo…
Apa kabar ruh-ruh pemberontak? Atau penghianat? Eh, mmm…
Sudah sampai mana kau bergerak?
Owh, ya, tentu saja, berproses.
Sebagaimana hidup, adalah tentang proses.
Cbcshfsdyfokpb mhdsbcgvsgufyqytdrftwqgv.
Rjvvvbxczdfsewqwew mknjbjhvnbgdqfuqgfhv bhsvhvsugfgyuwfgiewgfg.
Cbggyugyuguyguygquwgfh vnbvjvhvhihg bhuv.
Halo… kamu.
Mari kita lanjutkan cerita hari esok,
hingga ujung-ujung sepatu harus terhenti pada entah, karna entah.
Vchvqdgnwvhewhfiuey zawsvvwmijhu.
Onijhityirsdfzxczngh mjbdhgcvjewyuqrgw hfbwqgfuwyqgfhjwqevdwqfvbfj.
Lnjfehqfq jihfuefwbeb edftqwe nhvghcfyytyuyqweyrwqbccxz.
Petrywqrtuwqoyrihjvnbv vbbhcvhsgfcqyutrf.
Echo-echo-echo…
Damn you, echo…!